Kerajaan Gowa-Tallo (Makassar) merupakan kerajaan yang merdeka dan berdaulat. Sektor politik tertata rapi, sektor ekonomi (perdagangan) berjalan lancar. Belanda (VOC) sebagai bangsa yang datang mulanya berdagang. Gowa sebagai daerah yang sangat strategis dalam menghubungkan dengan kerajaan lain. Belanda menganggap penting menguasai Gowa, karena sebagai penguasa di kawasan timur nusantara saat itu. Akhirnya Belanda melakukan berbagai macam cara untuk menguasai Gowa.
Gowa-Tallo dan Belanda terjadi kontak perang, mengakibatkan banyak korban kedua belah pihak, yang selanjutnya ditandatangani Perjanjian Bungaya. Setelah Perjanjian Bungaya ditandatangani oleh Speelmen dan pihak Belanda dan Sultan Hasanuddin dari pihak Kerajaan Gowa, beberapa pembesar dan pendukung Kerajaan Gowa tidak menyetujuinya. Akibatnya pembesar-pembesar kerajaan tersebut bersama-sama pasukan dan pendukungnya masih tetap melakukan gerakan dan perlawanan, sebab dalam isi Perjanjian Bungaya tersebut sangat merugikan pihak Kerajaan Gowa dan sekutunya.
Perjanjian Bungaya sangat merugikan pihak kerjaan Gowa-Tallo (Makassar), sebaliknya sangat menguntungkan Belanda (VOC). Peristiwa tersebut mengundang beberapa pembesar kerjaan melakukan gerakan, yaitu Karaeng Bontomarannu, Karaeng Karunrung, Karaeng Tallo, Datu Luwu, Arung Matowa Wajo dan Karaeng Galesong.
Dalam menghadapi kompeni Belanda, Karaeng Galesong menggunakan taktik gerilya dan aliansi. Stategi gerilya diterapkan dengan menyerang posisi Belanda secara tiba-tiba dan kemudian "menghilang"dan konsisi tertentu menyerang lagi. Karena menghadapi tekanan yang cukup berat, Karaeng Galesong bersama pasukannya menuju ke Jawa Timur. Di Jawa Timur Karaeng Galesong tetap melanjutkan perjuangan melawan Belanda dengan melakukan aliansi dengan Raden Trunojoyo di Madura, Jawa Timur.
Karaeng Galesong bersama pendukungnya meninggalkan tanah Gowa menuju tanah Jawa semata-mata untuk berjuang melawan Belanda, sebab di mana-mana Belanda selalu menjadi penguasa dalam bidang ekonomi dan politik. Karaeng Galesong sempat bersekutu dengan Raden Trunojoyo di Madura Jawa Timur, aliansi ini dilakukan untuk menyusun kekuatan besar dalam mengusir penjajah kompeni Belanda dan memerangi orang-orang yang bersekutu dengan Belanda saat itu.
Persekutuan Karaeng Galesong dengan Raden Trunojoyo awalnya dimulai dengan jalinan pernikahan, yaitu antara Karaeng Galesong dengan putri kemenakan Raden Trunojoyo. Surutnya kemenangan Karaeng Galesong bersama Trunojoyo ketika kompeni Belanda memanggil bala bantuan Kapten Joncker dari Ambon dan Arung Palakka dari Bugis. Pada akhirnya Karaeng Galesong meninggal dunia di Ngantang 1679 dan Raden Trunojoyo ditangkap kemudian ditusuk dengan keris oleh Raja Mataram, Amangkura II pada tanggal 2 Januari 1680.
Perjuangan Karaeng Galesong dilakukan sampai akhir hayatnya. Kematian Karaeng Galesong mengakibatkan para pasukannya tidak bisa berbuat banyak. Sisa-sisa pasukan Karaeng Galesong dengan dukungan orang Makassar, Wajo, Luwu, dan pasukan Madura tetap malakukan perlawanan. Tetapi perlawanan yang dilakukan selalu/dapat dibendung dan diparahkan oleh Belanda dan pasukannya.
Buku KARAENG GALESONG sebagai Biografi sang Tokoh Karaeng Galesong (Imannindori Kare Tojeng), anak laki-laki Sultan Hasanuddin, raja Gowa ke enam belas. Karaeng Galesong beraliansi dengan Raden Trunojoyo dari Tanah Madura untuk menentang Belanda dari ambisi dominasi dalam bidang politik dan ekonomi di nusantara ini. Buku ini merupakan salah satu koleksi Layanan Deposit, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan yang berlokasi di jalan Sultan Alauddin Km. 7 Talasalapang, Kotamadya Makassar.
KARAENG GALESONG
Tumenanga Ri Tappa'na
Penulis: Syarifuddin Kulle
Penerbit: Buana
Tempat Terbit: Gowa
Tahun Terbit: 2005
Tumenanga Ri Tappa'na
Penulis: Syarifuddin Kulle
Penerbit: Buana
Tempat Terbit: Gowa
Tahun Terbit: 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar